Sunday, July 4, 2010

Merangkai Kisah Sahabat

Seorang perempuan berwajah ayu dan bermata tajam namun ada kesedihan didalam matanya

Ia berbisik menyampaikan kalimat sendu yang tak terlupakan.


“Aku bahagia disini, tapi tidak di tempatku…” Si pemilik kuping yang selalu dibisikinya, menoleh terperangah.


Hatinya berbicara untuk menahan gemuruh.” Dia cantik, tapi bukan milikku.. Jangan!”


Wajah bermata tajam sedang dalam luka lara, mengalihkan pandangan pada riuh dan keramahan sobat-sobatnya. Masih dalam jalur pandangan kewajaran. Tidak ingin membersihkan masalah dengan masalah baru…


Ia sadar, iia hanya ingin sandarkan sedikit kepalanya pada pundak pemilik kuping bijak.


“Di matamu itu banyak bulir-bulir yang siap untuk terjatuh, jika kau ingin tumpahkan di pundakku… tumpahkan saja, mari kita bicara dan merentangkan benang-benang kehidupanmu yang telah kusut ini…”


Si wajah bermata tajam masih terisak di pundak si pemilik kuping, tidak ada satu kata lagi yang sempat keluar… ia terus tersedu.. terisak-isak.. pasti ini cukup berat untuknya..


Pundak si kuping bijak.. benar-benar basah oleh tetesan air mata kesunyiannya. Di angkatnya muka si wajah bermata tajam itu, di pandangnya lekat-lekat… “Coba kulihat matamu… oh, sudah mulai berkurang resahmu, tapi belum selesai masalahmu.. “


“Aku tidak bisa dan tidak mungkin bisa .. salah jika kau bersandar di pundakku..” si pundak bijak tidak ingin dirinya menjadi pahlawan.


“Bila saja benang kusut itu aku penyebabnya, mungkin aku bisa” kuping bijak bicara dengan kesungguhanya


“Maksudmu..?” si wajah bermata tajam terperangah..


“Sebagai teman ..aku ingin menemanimu..kapanpun…, tapi coba kau lihat, air mata sudah tumpah tapi hatimu belum juga terlepas dari cengkraman nestapa.., kau mengerti artinya?” si pundak bijak menatap tajam wajah perempuan itu


Semakin di tatap, wajah bermata tajam itu terus menundukkan kepalanya. Ia tak sanggup lagi berkata-kata, hatinya sedang dalam kerisauan yang dalam..


“Aku sudah mulai mengerti arah pembicaraanmu, teman…” Wajahnya mulai diangkat perlahan… pandangannya menerawang jauh menembus hijau dedauan.
Tangan mereka saling bergengam, menguatkan hati masing-masing..


“Terima kasih, kau telah menemaniku.. beberapa saat ini. Aku makin yakin, untuk membersihkan istanaku, maka aku yang harus menjalaninya…” genggaman yang makin memberikan energi… tidak hangat karena bukan nafsu yang bicara.. kuat karena ingin saling menguatkan…


“Ada yang selalu menantimu, diistana indahmu… kembalilah. Jika semuanya telah membaik, itu karena Tuhan melihat keinginanmu dan aku orang yang selalu ingin melihat hidupmu bahagia bersama orang yang mencintaimu…” si pundak bijak meyakinkan sahabat jiwanya.
-----------------


Sekilas ada suatu keanehan dalam alurnya, tapi hidup akan selalu bertemu keanehan. Dan semua harus dapat disikapi dengan benar, setelah ada penglihatan salah diantaranya…

No comments: