Monday, February 28, 2011

It's not belongs to me, now...

Mungkin belum rejeki…
Yup, itu yang lagi saya pikirin sekarang. Mau gimana lagi coba, kalo semuanya udah kita persiapkan tapi ternyata 1 hari sebelum hari H, orangtua gak ngasih ijin. Ya, ambil hikmahnya aja deh. Kali aja ada yang lebih baik menanti di luar sana *nenangindirisendiri.
Sayanya dapat tawaran beasiswa di salah satu universitas swasta di Jakarta yang testingnya bakalan dilaksanakan di ballroom sebuah hotel bintang 4 di kota Palu. Sayangnya saya tinggal di sebuah kota kecil yang jaraknya 220 km dari Palu. That’s right, I’m from Poso regency. Kota yang dulunya indah sebenarnya namun dikarenakan konflik yang terjadi di akhir tahun 90-an dan awal 2000-an membuat kota saya ini menjadi “terbelakang”. Jangankan department store, swalayan kecil aja gak laku alias gak banyak yang suka belanja di situ. Pikirannya yah mahal lah atau sok kota banget. Hmm, saya cuma bisa geleng-geleng kepala aja. Begitu juga untuk urusan akademik, jangankan universitas besar nan elit yang super lengkap dengan mahasiswa yang berjumlah ribuan dan berkualitas pastinya yang berhasil mengeluarkan sarjana-sarjana yang bukan hanya yang punya titel di belakang tanpa bisa mengaplikasikan ilmu dalam kehidupan bermasyarakatnya (wuiih, dalem banget kata2 saya ini J ). Universitas satu-satunya (sebenernya sih 2 tapi universitas yang satunya lagi katanya belum diakui jadinya gak banyak yang melirik universitas ini) yang ada di kota ini  (yang sekarang jadi tempat saya kuliah) masih berstatus swasta. Pembangunan sarana dan prasarananya pun masih lambat bahkan kurang menurut saya. Tapi bukan berarti saya memandang remeh universitas saya ini, hanya sedikit mengeluarkan unek-unek. Memang sih untuk kuliah bukan melihat fasilitasnya saja dan bangunan megah nggak sih, tapi gimana kita sebagai mahasiswanya bisa menunjukkan kualitas kita dengan berprestasi pastinya. Tapi sebagai satu-satunya universitas di Kabupaten tertua di kota Poso ini, bukankah seharusnya lebih diperhatikan? Ah, sudahlah masalah ini bukan urusan utama saya. Toh saya masih berstatus mahasiswa yang dengan senang hati menerima ilmu yang diberikan oleh dosen-dosen yang baik nan cerdas (menurut saya, gak tau kalo mahasiswa lain hhehe).
            Bukannya saya nggak berpuas hati udah bisa kuliah di sini sementara banyak anak muda lainnya yang setelah lulus SMA “terpaksa” harus memendam keinginan merasakan nikmatnya menjadi mahasiswa yang dikalangan orang biasa kayaknya udah “waahh” banget, tapi gak ada salahnya kan kita berusaha untuk mendapatkan yang lebih baik dan dengan BEASISWA penuh. Itulah yang memotivasi saya untuk rajin-rajin menjelajah situs-situs yang memberikan informasi tentang tawaran beasiswa dari universitas-universitas besar di Indonesia. Setelah duduk manis di depan laptop saya selama berjam-jam untuk mencari informasi and finally, I get it…
            Universitas swasta dengan prestige lumayan dilirik di Indonesia khususnya di Ibukota Jakarta sana sedang mencari calon mahasiswa dengan kualifikasi yang memenuhi standar untuk mendapatkan beasiswa dan untuk beasiswa ini diberikan secara full termasuk biaya hidup selama menempuh pendidikan di universitas tersebut. Saya teliti dan cerna baik-baik setiap kata yang tertulis di situs ini dan yang saya pikirkan adalah I must try this one!
            Universitas ini tidak memiliki jurusan kuliah seperti yang sedang saya jalani saat ini yaitu FKIP Bahasa Inggris jadi pengorbanan yang mesti saya lakukan jika seandainya saya berhasil masuk, saya harus bersedia kembali lagi ke semester awal dan mulai mempelajari jurusan lain. Saya memilih untuk mengambil fakultas Komunikasi dengan jurusan Public Relation. Rencana saya jika saya benar-benar bisa mendapatkan beasiswa ini adalah saya akan cuti dari universitas saya sekarang selama saya mengikuti pendidikan saya di Universitas ini. Saya telah merencanakan semuanya.
            Tapi, ketika Allah berkehendak lain, kita sebagai umatnya gak bisa ngapa-ngapain lagi meskipun usaha kita udah bener-bener maksimal. Dan ketika hari ini, sehari sebelum waktu testing beasiswa ini dilaksanakan, saya gak dapet ijin untuk pergi kesana, ke Palu. Sedih? Tentu saja. Kecewa? Hellooow, kesempatan besar di depan mata masa masih gak bisa dicapai sih ?
            Mungkin saya memang merasa kok kayaknya Allah gak adil yah. Ingin rasanya saya menangis tapi airmata saya kayaknya lagi gak mendukung nih. Gak mau keluar. Cuma hati saya aja yang rasanya perih gimanaaaa gitu L. Akhirnya saya tersadar kembali, gak semua yang kita inginkan pada saat ini bisa kita dapatkan. Pasti ada kesempatan lain yang mungkin lebih baik dan lebih besar yang telah direncanakan Allah untuk saya. Pray !!
            Akhirnya, saya hanya bisa menenangkan diri dengan kata-kata dan juga lagu yang saya rasa mampu membantu saya menenangkan kembali hati saya.
           
Inilah beberapa kutipan yang saya rasa lebih dari cukup untuk teman saya saat ini
Sebait lirik dari Ost. Laskar Pelangi …
“Mimpi… adalah kunci untuk kita menaklukkan dunia, berlarilah tanpa lelah hingga engkau meraihnya…”
Saya bukan sedang ingin membahas tentang lagu soundtrack film Laskar Pelangi yang menginspirasi banyak orang. Hanya saja lirik lagu itu menjadi salah satu kalimat yang pernah saya dengar tentang kedahsyatan mimpi. Sebaris kalimat lain misalnya :
” The future belongs to those who believe in the beauty of their dreams”.  -Franklin Delano Roosevelt, the 32nd President of the United States-
Atau sebaris kalimat dari Bambang Pamungkas, Striker Nasional Indonesia :
“Jangan pernah berhenti untuk bermimpi. karena mungkin suatu saat nanti, mimpi kalian akan menjadi kenyataan.”
Anggun, penyanyi Indonesia yang berhasil terjun di dunia internasional pun pernah berujar :
” Jika kita mempunyai impian maka segeralah bangun dari tempat tidur kemudian mandi, gosok gigi dan wujudkan impian kita dengan usaha kita”
Dan dari sebuah blog saya kutip :
“Dorongan terbesar yang akan membawa kita sukses bukanlah dorongan dari luar, melainkan dari dalam diri kita sendiri. Melalui mimpi sukses kita sendiri.”
Dan saya pun telah mampu berkata :
“When we are dreaming alone it is only a dream. When we are dreaming with others, it is the beginning of reality.” -Dom Helder Camara-
            Dan …
_Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. (QS ar-Ra’du ayat 11)_
Insya Allah, akan ada kesempatan yang lebih diridhoi Allah SWT untuk saya
Amien!


:: Background songs (all songs with same or almost same title) when I made this writing:
Yolanda Adams – Never Give Up
Crossfade – No Giving Up

Aslinya tulisan ini saya buat tanggal 21 Januari 2011 jam 12.33 tapi karena selalu nggak sempat yah akhirnya sekarang deh baru diposting…

Saturday, February 12, 2011

Ada Apa Dengan Amy ?

Cerpen ini adalah salah satu cerpen saya yang akhirnya menembus publikasi nasional *elaah gayanya* via Majalah Gadis Edisi 21 Januari 2011. Cerpen saya ini termuat dalam rubrik “Percikan”. Wah senangnya cerpen saya bisa dibaca sama teman-teman se-Indonesia. Sebenarnya ada perasaan malu juga tapi ini dia yang membingungkan, sepertinya perasaan ini bukan malu deh :-D trus apa dong? Pokoknya malu aja. Tiap ada yang ngungkit soal cerpen saya ini, bawaannya mau nutupin wajah pake telapak tangan, hehehe. Dasar aneh. Tapi begitulah. Kadang masih ada rasa tak percaya juga. Kalo yang muat koran lokal, rasanya masih pantas tapi ini  majalah remaja terkemuka se-Indonesia. Dan saya hanya bisa berucap, “Alhamdulillah…”  And, this is the story. Happy reading ^_^

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Ada Apa Dengan Amy ?

Pagi ini ekspresi bahagia sepertinya sedang bermusuhan dengan wajah Amy. Matanya sembap.  Ia juga masih terisak. Amy berjalan menunduk seakan dengan melihat lantai kesedihannya akan segera menghilang dan terkubur jauh di bawah lantai itu.. Siswa lainnya yang dijumpainya di koridor sekolah hanya bisa menatapnya heran. Seorang Amy yang begitu lincah dan riang nampak berbeda hari ini. Tatapannya kosong. Wajahnya kusut.
Ketika sampai di dalam kelas, Amy langsung menempati kursinya. Tak menghiraukan lagi Kina, teman sebangkunya yang sedari tadi melambai dan memanggil namanya untuk segera bergabung dengan Acha dan Tari di deretan kursi di pojokan belakang.
Setelah mereka bertiga saling berpandangan, Acha bersuara “Amy kok nyuekin kita?” Tari dan Kina hanya mengangkat bahu tanda tak mengerti. “Apa Amy marah sama kita?” Lanjut Acha lagi. “Tapi perasaan kemarin pas pulang nongkrong dari cafĂ© Etnic, kita nggak ada masalah. Ya kan?”
Kina segera mendekati Amy. Dilihatnya pundak Amy bergetar. Amy menangis? Ada apa ini? Kina semakin tak memahami keadaan. “My, lo kenapa?” Kina yang sudah mengambil posisi duduk di sebelah Amy melingkarkan tangannya di pundak Amy. Ia tak mengerti kenapa Amy terlihat  berbeda hari ini.
“Gue nggak pa-pa kok, Na.”
Nggak apa-apa gimana? Amy sesegukan, jelas bahwa sesuatu yang buruk sedang menimpanya. Merasa tak puas, Kina ingin tahu lebih lanjut   “Tapi …”
“Pliss, Na, jangan nanya-nanya dulu.” Amy semakin terisak.
Untuk beberapa saat Kina terdiam, ia terpaku dan mencoba mengerti keadaan Amy. “Ya udah, My, kalo emang nangis bisa bikin lo tenang silakan aja. Gue nggak bakal nanya-nanya lagi. Tapi ntar lo cerita ya sama gue kenapa lo bisa sesedih ini.” Kina mengusap punggung Amy. Dia memberi isyarat kepada Acha dan Tari. Mereka cukup mengerti dengan maksud tatapan Kina, Amy sedang sedih dan tak ingin diganggu. Mereka berdua hanya menganggukkan kepala.
Tak lama kemudian, bel masuk berbunyi. “Sori My, bukannya apa-apa tapi bentar lagi Pak Mahdi bakalan masuk, nggak bagus kan kalo lo belajar sambil nangis gini?” Amy menyeka airmatanya. Menarik napas dan kemudian menyiapkan alat tulisnya. Selang beberapa menit, Pak Mahdi masuk dan memulai pelajaran Bahasa Indonesia hari ini.
Ketika mendengar bunyi bel istirahat, semua siswa segera berlari keluar kelas. Mereka tidak ingin membiarkan cacing-cacing di perut mereka melakukan aksi yang semakin sadis. Terkecuali Kina dan Amy. Tadinya Tari dan Acha juga ingin bergabung namun Kina mendelik menandakan bahwa ia yang akan mengurus Amy. Setelah suasana mulai tenang, Kina duduk menghadap Amy. Menunggu penjelasan Amy tentang kejadian apa yang membuat Amy begitu bersemangatnya untuk menampakkan airmatanya pada orang-orang.
“Na, mungkin masalahnya nggak banget buat lo tapi gue mohon lo jangan nganggap gue cengeng atau apa. Ayah, Bunda sama Ka Uni malah bingung setelah dengar penjelasan gue”. Kina mengangkat alisnya sambil menganggukan kepalanya. Menyetujui dan menantikan kata-kata Amy selanjutnya.
“Gini, tadi pagi pas sebelum berangkat ke sekolah gue masuk kamar Bunda. Gue mau ngambilin dompet Bunda soalnya Bunda udah janji mau ngasih tambahan uang saku buat gue hari ini tapi dompetnya masih di kamar. Ya udah gue masuk aja. Dan… Gue ngedapetin satu barang di situ. Gue nangis gini gara-gara benda itu.”
“ Be..benda apa, My?” Kina mulai heboh dengan pikirannya sendiri. Kenapa bisa buat Amy jadi gini?
“ Pas gue pake, serasa copot terus berdarah, Na. Gue nggak mikir dua kali lagi. Langsung aja gue nangis. Sebenarnya bukan gara-gara itu, gue cuma berusaha nyembunyiin yang terjadi aja. Lagipula mata gue membengkak sebelah. Gue pikir dengan nangis, bakal bengkak dua-duanya. Jadinya orang nggak bakalan tau.
“ Maksud lo?” Kina semakin bingung, semakin nggak paham. “ Jadi gara-gara apa?” Kina ngeri membayangkan apa yang terjadi sama Amy. “My?”
“ Sakit banget tau nggak…. Gue nggak ahli pakenya.” Amy terdiam sejenak. Dan sebelum tangisnya meledak,  “Jepit bulu mata, Na. Jepit bulu mata Bunda nyakitin gue.” Bersamaan dengan tawa Kina yang terdengar sampai keluar kelas