Pengalaman paling
mengesankan selama PPL di SMA Negeri 3 Poso
Pertama kalinya saya memulai
proyek menulis ini sebagai salah satu tugas mata kuliah Translation, saya
rasanya malas sekali. Bukan karena tidak ingin mengerjakan, tapi dikarenakan
harus mengingat kembali hal-hal menyenangkan yang terjadi selama kami PPL. Yup,
proyek menulis kali ini bisa dikatakan berjudul “Memorable memories selama
PPL”. Kenapa tidak menyenangkan untuk mengingat hal-hal tersebut? Karena
menurut saya pribadi, setiap hari selama waktu 2 bulan itu semuanya
menyenangkan. Tak satu hari pun saya lewatkan dengan ketidakbahagiaan. Jadi,
malasnya ya karena bingung mau menceritakan kejadian menyenangkan yang mana.
Dan setelah diberi saran oleh adik sepupu saya, Nia, yang juga siswa saya
ketika PPL akhirnya saya memutuskan satu hal yang paling menyenangkan yang
pernah terjadi dalam 2 bulan masa tugas saya sebagai seorang guru bahasa
Inggris di SMA Negeri 3 Poso.
Hari itu adalah hari kamis
di minggu ke-3 semenjak saya pertama kalinya datang di SMA Negeri 3 Poso. Pada
hari tersebut, seharusnya saya mengajar di kelas 10 A pada jam pelajaran ke 3
dan 4, itu berarti sekitar jam 8 hingga jam 10 pagi. Sayangnya, saya memiliki
jadwal kuliah tepat di jam tersebut. Saya dilemma, mau masuk mengajarkah atau
ke kampus untuk kuliah. Pada saat itu jam kuliah kami masih lumayan susah untuk
mengikuti jadwal mengajar kami sebagai guru PPL. Jadi dosen yang mengajar mata
kuliah tersebut meminta kami untuk tetap hadir sesuai jadwal saja dan berencana
akan mendiskusikan masalah pemindahan jadwal kuliah agar tidak mengganggu
jadwal mengajar.
Akhirnya saya putuskan
untuk ke kampus saja. Agar siswa-siswa saya tidak ketinggalan materi yang
seharusnya saya ajarkan, sebelum ke kampus saya menyempatkan untuk masuk ke
dalam kelas, mengecek daftar hadir mereka lalu meminta izin karena tidak bisa
memenuhi jam mengajar saya. Saya memberikan mereka tugas agar dapat dikerjakan
selama waktu 2 jam tersebut. Tak kehabisan akal, saya juga meminta pendapat
mereka tentang membuat kelas tambahan di sore hari. Hal ini ditujukan untuk
melunasi jadwal mengajar yang saya lewati. Kesepakatan dengan mereka pun saya
dapatkan. Kami akan melaksanakan kelas tambahan pada hari sabtu jam 4 sore.
Ketika hari sabtu tiba,
saya meminta Fiadwita untuk mengingatkan kembali teman-temannya agar tidak lupa
dengan jadwal kelas tambahan kami. Dari info yang diberikan Fiadwita membuat
saya merasa lumayan sedih karena menurutnya teman-temannya seperti tak peduli.
Dan katanya lagi, “Sepertinya hanya sedikit yang akan datang, Bu. Beberapa
orang akan mengikuti kegiatan camping untuk pramuka sekolah, ada yang mengikuti
ekstrakurikuler kecantikan, dan ada juga yang rumahnya di daerah pesisir jadi
mungkin tidak bisa datang.”
Tapi saya tidak langsung
menyerah. Hari sabtu sore jam setengah 4 saya sudah menunggu mereka di kelas.
Hanya berdua dengan Fiadwita yang memang saya jemput untuk pergi bersama.
Selang beberapa menit, satu persatu dari mereka mulai datang. Hampir setengah.
Lalu diikuti oleh siswa lain yang menurut Fiadwita tak akan sempat hadir karena
alas an-alasan tadi. Yang anggota Pramuka mengatakan, “Kami menyempatkan diri
untuk hadir, Bu. Lagipula kami berangkat menuju lokasi bisa ikut dengan kloter
ke 2, jadi berangkatnya bisa jam stengah 6 sore.” Lalu mereka yang
ekstrakurikuler kecantikan pun mengatakan, “Kami sudah ikut jadwal siang, Bu, meskipun
jadwal kecantikan untuk kelas 10 adalah jam 4 sore, untunglah kami diizinkan
jadi sore sudah selesai dan bisa hadir sekarang.”
Dan masih banyak lagi
perkataan-perkataan yang hari itu membuat saya senang dan terharu. Saya hanya
tidak menyangka bahwa mereka semuanya akan hadir dan memenuhi kelas saya.
Dengan kehadiran mereka, sudah menjawab pertanyaan saya di dalam hati yaitu,
“apakah mereka suka ketika saya mengajar? Apakah mereka akan dengan senang hati
datang untuk menerima ilmu yang akan saya berikan sore ini? Apakah 2 minggu
keberadaan saya di antara mereka memberikan arti tentang guru dan murid?”
Pada hari itu juga saya
mulai mengerti tentang perkataan kepala SMA Negeri 3 Poso ketika pertama kali
menyambut kedatangan kami, “Menjadi seorang guru bukan untuk ditakuti tapi
untuk dihormati. Ketika mereka menghormati kalian, dengan senang hati mereka
akan meresap apa-apa yang kalian ajarkan dan ingatlah, siswa hanya akan
mengatakan “Saya suka dengan guru itu” karena keluasan wawasan yang kita
tunjukkan pada mereka.”
Tidaklah sia-sia usaha saya
meskipun baru 2 minggu berbagi ilmu dengan mereka dan menjaga wibawa di depan
mereka, pada akhirnya mereka bisa menghormati saya layaknya guru mereka yang
sesungguhnya.
Warmest,
Winda
No comments:
Post a Comment